Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM tak melihat adanya keistimewaan dalam pembentukan Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipikor) Polri.
Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman, mengatakan satuan baru di Korps Bhayangkara ini hanya sebatas meningkatkan satuan yang sudah ada sebelumnya.
“Tadinya penanganan kasus korupsi itu di Polri di bawah Bareskrim gitu ya, Ini ditingkatkan menjadi Korps. tentu karena ini ditingkatkan menjadi Korps akan dikepalai (jenderal) bintang 2,” kata Zaenur dalam keterangannya, Jumat (18/10).
Peningkatan itu dilakukan dengan menambah sumber daya manusia, anggaran, hingga peralatan pendukung yang diperlukan.
Dari berbagai peningkatan tersebut, Zaenur menilai, tak serta merta akan membuat Kortastipikor Polri bisa lebih gencar dalam memberantas korupsi.
“Jadi pertanyaan lagi apakah dengan adanya Kortastipikor ini korupsi akan gencar diberantas? Belum tentu juga. Problem pemberantasan korupsi itu kompleks dan salah satu yang justru menjadi problem adalah korupsi di internal penegak hukum itu sendiri,” ujar dia.
Karenanya, Zaenur punya harapan Kortastipikor Polri bisa membongkar praktik korupsi yang terjadi di internal Korps Bhayangkara. Ia mengibaratkannya seperti sapu yang kotor tak akan mampu membersihkan sesuatu.
“Saya berharap Kortastipikor ini juga punya concern, punya perhatian lebih untuk melakukan pemberantasan korupsi tidak hanya eksternal, keluar, tetapi juga internal, di dalam tubuh institusi penegak hukum itu sendiri. Baik di internal Polri maupun di eksternal Polri sesama institusi penegak hukum,” tegasnya.
“Kalau institusi penegak hukum itu di dalamnya bersih, maka bisa diharapkan untuk punya kinerja pemberantasan korupsi yang baik. Tapi kalau APH-nya sendiri kotor, ya APH hanya menjadikan kasus-kasus korupsi sebagai ATM biasanya,” pungkas dia.