Inovasi Fasad Bioklimatik Karya Guru Besar ITS: Solusi Hunian Sejuk dan Hemat Energi di Tengah Krisis Iklim

Inovasi Fasad Bioklimatik Karya Guru Besar ITS: Solusi Hunian Sejuk dan Hemat Energi di Tengah Krisis Iklim

Surabaya – Peningkatan suhu akibat perubahan iklim global mendorong kebutuhan akan hunian yang lebih nyaman dan efisien energi. Menjawab tantangan tersebut, Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof Dr Dipl Ing Sri Nastiti Nugrahani Ekasiwi MT menghadirkan inovasi desain fasad bioklimatik yang mampu meningkatkan sirkulasi udara alami dan menghadirkan sensasi “isis” (sejuk) serta “seger” (segar).

Profesor dari Fakultas Teknik Sipil, Perencanaan, dan Kebumian (FTSPK) ITS itu menjelaskan bahwa peningkatan suhu lingkungan berdampak langsung terhadap kenyamanan manusia, terutama karena masyarakat kini lebih banyak beraktivitas di dalam ruangan. “Bangunan seharusnya menjadi kulit ketiga manusia yang membantu menjaga keseimbangan suhu tubuh melalui sirkulasi udara alami,” ujar Prof Nastiti.

Menurutnya, tatanan perumahan padat dengan jarak antarbangunan yang sempit sering menghambat aliran udara, sehingga penghuni bergantung pada kipas angin atau pendingin ruangan yang boros energi.

Dari hasil risetnya terhadap rumah susun perkotaan, Nastiti menemukan bahwa penggunaan jendela berjenis vertical pivot dapat meningkatkan kecepatan aliran udara hingga lima sampai tujuh kali lipat dibanding desain konvensional. “Desain bukaan tegak lurus pada fasad menciptakan perbedaan tekanan angin yang menjadi kunci penghawaan alami,” jelasnya.

Untuk unit di tepi bangunan, bukaan jendela 90 derajat paling efektif mempercepat aliran udara, sementara untuk unit di tengah, sudut 45 derajat lebih optimal. Ia juga menekankan pentingnya strategi desain pasif seperti pengaturan jendela, penggunaan peneduh, dan pemilihan material bangunan yang tepat sebelum mengandalkan sistem pendingin mekanis.

“Dengan optimalisasi strategi pasif, konsumsi energi dapat ditekan tanpa mengorbankan kenyamanan,” tambah perempuan asal Kediri ini.

Sebagai rekomendasi lanjutan, Prof Nastiti menyarankan penerapan ventilasi malam hari—membuka jendela saat malam untuk menampung udara dingin, lalu menutupnya di siang hari agar suhu tetap sejuk. “Struktur bangunan mampu menyimpan suhu dingin malam dan memancarkannya kembali ke dalam ruang pada siang hari,” ungkapnya.

Riset ini menjadi kontribusi nyata ITS dalam menjawab tantangan perubahan iklim melalui desain arsitektur yang berkelanjutan, hemat energi, dan menyehatkan bagi penghuninya.

Tinggalkan Balasan