Lampung Barat – Menyikapi pemberitaan yang beredar, Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Lampung Barat akan segera memanggil calon aparatur sipil negara (CASN) mantan Peratin Pekon Bedudu yang telah lulus seleksi PPPK 2024. Hal tersebut disampaikan pada Senin, 17 Februari 2025.
Budiyanto, yang sebelumnya terdaftar dalam data dapodik Dinas Pendidikan Lampung Barat, memulai karirnya sebagai tenaga honorer pada tahun 2004 dan kemudian menjabat sebagai Peratin Pekon Bedudu selama dua periode dari 2007 hingga 2017. Pada tahun 2024, Budiyanto berhasil lulus dalam rekrutmen PPPK K2.
Sekretaris BKPSDM, Budi Kurniawan, S.Ip., M.M., mengaku terkejut dengan temuan tersebut, karena menurutnya tenaga honorer yang terdata pada 1 Januari 2005 sudah melalui pendataan ulang pada 2010 dan mengikuti tes CPNS pada 2013.
“Saya heran, karena pada waktu pendataan 2010 dan perekrutan CPNS 2013, yang bersangkutan juga mengikuti tes meskipun masih menjabat sebagai Peratin,” ujar Budi Kurniawan.
Pihak BKPSDM akan segera memanggil Budiyanto untuk dimintai klarifikasi dan memberi informasi kepada Ketua Pansel PPPK terkait hal ini.
“Kami akan memanggil yang bersangkutan untuk dimintai keterangan lebih lanjut,” jelas Budi Kurniawan.
Pihaknya juga siap untuk memproses jika ada laporan resmi terkait pelanggaran dalam proses penerimaan PPPK, asalkan disertai bukti yang sah.
“Seperti yang disampaikan oleh Ketua Pansel, yakni Plt. Sekda, kami akan memproses jika ada laporan resmi terkait pelanggaran, tentu dengan bukti yang jelas,” tambahnya.
Kasus ini mencuat karena diduga ada pelanggaran dalam seleksi PPPK, terkait absensi Budiyanto selama menjabat sebagai Peratin Pekon Bedudu. Beberapa pihak menduga bahwa absensi yang tercatat pada masa jabatan Budiyanto (2007-2017) adalah absensi rekayasa.
Menurut Undang-Undang yang berlaku di Indonesia, seorang Kepala Desa dilarang merangkap jabatan, termasuk menjadi tenaga honorer, untuk menjaga prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 26 ayat (4), yang mengatur larangan kepala desa merangkap jabatan sebagai pejabat pemerintah lainnya dan melibatkan diri dalam kegiatan yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 mempertegas larangan kepala desa untuk merangkap jabatan yang bertentangan dengan tugasnya. Larangan ini juga bertujuan untuk mencegah potensi konflik kepentingan, serta memastikan independensi kepala desa dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan desa.
Sementara itu, meski Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 tidak secara langsung mengatur larangan gaji ganda bagi kepala desa, prinsip pengelolaan keuangan negara tetap mengharuskan kepala desa untuk tidak menerima gaji dari dua sumber yang berbeda. Sesuai dengan Pasal 66 ayat (3) UU Desa, gaji kepala desa berasal dari Alokasi Dana Desa (ADD), yang merupakan bagian dari APBDes, dan tidak boleh menerima penghasilan dari sumber lain yang terkait dengan dana desa tersebut, kecuali yang telah diatur dalam regulasi. [Aris]