
Denpasar – Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Papua atas insiden pemusnahan barang bukti berupa offset dan mahkota burung cendrawasih yang dilakukan oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua.
Raja Juli menilai, meskipun langkah BBKSDA Papua sudah sesuai prosedur hukum, tindakan tersebut tidak mempertimbangkan aspek kultural dan kearifan lokal masyarakat setempat.
“Kalau dalam falsafah Jawa, ada yang benar tapi tidak tepat. Secara legal tindakan itu benar, tapi secara kontekstual dan kultural tidak tepat. Ada nilai-nilai lokal yang harus dihormati,” ujarnya di Kantor BKSDA Bali, Senin (27/10).
Ia menegaskan bahwa pihak Kementerian Kehutanan telah menyampaikan permintaan maaf secara resmi kepada masyarakat Papua.
“Atas nama Kementerian Kehutanan, Pak Irjen (Dirjen KSDAE Kemenhut, Satyawan Pudyatmoko) sudah menyampaikan permintaan maaf. Saya juga secara pribadi memohon maaf,” tambahnya.

Sebagai langkah tindak lanjut, Raja Juli akan menginstruksikan seluruh kepala Balai KSDA di Indonesia untuk melakukan evaluasi dan pendataan terhadap benda-benda yang memiliki nilai sakral di masyarakat. Langkah ini diambil agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.
“Saya akan mengumpulkan seluruh kepala balai KSDA secara daring untuk menginventarisasi kembali apa saja yang di masyarakat dianggap tabu atau sakral. Ini penting agar kebijakan kita lebih sensitif terhadap nilai-nilai lokal,” jelasnya.
Pemusnahan barang bukti offset dan mahkota cendrawasih dilakukan oleh BBKSDA Papua pada Senin (20/10), berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 26 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan, Pengumpulan, dan Pemusnahan Barang Bukti Satwa Dilindungi.
Namun, kebijakan ini memicu kecaman dari berbagai pihak. Mahkota burung cendrawasih dianggap memiliki nilai simbolik dan spiritual tinggi bagi masyarakat Papua, sehingga pemusnahannya dinilai mencederai penghormatan terhadap budaya dan identitas lokal.