Tiga Wali Kota Oposisi Turki Ditangkap, Oposisi Kecam Sebagai Operasi Politik

Warga Kota Istanbul berkumpul untuk merayakannya setelah kandidat Partai Rakyat Republik (CHP) memenangkan pemilihan ulang Wali Kota Istanbul, di Betlikduzu (23/6). Foto: AFP

ANKARA – Pemerintah Turki kembali menargetkan oposisi politik dengan menangkap tiga wali kota dari Partai Rakyat Republik (CHP) pada Sabtu pagi (5/7/2025), sebagai bagian dari penyelidikan dugaan korupsi. Penangkapan ini memicu kecaman keras dari berbagai kalangan, yang menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk represi politik.

Dikutip dari Agence France-Presse (AFP), Partai CHP menilai penangkapan itu sebagai bagian dari “operasi politik” yang bertujuan melemahkan kekuatan oposisi, terutama setelah partai tersebut meraih kemenangan signifikan dalam pemilihan lokal tahun lalu, mengalahkan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang dipimpin Presiden Recep Tayyip Erdogan.

Ketiga wali kota yang ditangkap adalah Zeydan Karalar (Wali Kota Adana), Muhittin Bocek (Wali Kota Antalya), dan Abdurrahman Tutdere (Wali Kota Adiyaman) — seluruhnya berasal dari wilayah selatan Turki.

Penangkapan ini juga berkaitan dengan kasus yang sebelumnya menyeret Wali Kota Istanbul, Ekrem Imamoglu, tokoh oposisi terkemuka yang dipandang sebagai rival kuat Erdogan dalam Pemilu Presiden 2028. Imamoglu diberhentikan dari jabatannya atas dugaan korupsi, yang kemudian memicu gelombang unjuk rasa besar-besaran di Istanbul pada Maret lalu.

Awal pekan ini, polisi Turki juga dilaporkan telah menangkap lebih dari 120 orang sebagai bagian dari penyelidikan korupsi di wilayah oposisi, khususnya di Kota Izmir, kota terbesar ketiga di Turki.

Wali Kota Ankara dari Partai CHP, Mansur Yavas, menyampaikan kritik tajam terhadap penangkapan tersebut. Dalam unggahan di platform X (sebelumnya Twitter), Yavas menulis:

“Dalam sistem di mana hukum tunduk pada kepentingan politik, keadilan tidak bisa dipercaya. Kami tidak akan tunduk pada ketidakadilan dan pelanggaran hukum.”

Sementara itu, Partai DEM yang pro-Kurdi—partai terbesar ketiga di parlemen Turki—juga mengutuk langkah tersebut. Ketua Partai DEM, Tulay Hatimogullari, menegaskan bahwa penindasan terhadap pejabat terpilih harus segera dihentikan.

“Mengabaikan suara rakyat hanya akan memperdalam polarisasi di masyarakat. Operasi semacam ini bukan solusi, melainkan hambatan bagi demokrasi di Turki,” katanya.

Situasi ini menambah ketegangan politik di Turki menjelang pemilu berikutnya, di tengah sorotan internasional terhadap independensi lembaga peradilan dan demokrasi di negara tersebut.

Tinggalkan Balasan