JAKARTA – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan keputusannya untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2026 diambil dengan pertimbangan matang. Meski menuai pro dan kontra, ia menilai kebijakan itu perlu agar industri rokok nasional tidak gulung tikar dan jutaan tenaga kerja tetap terselamatkan.
“Setiap kebijakan pasti ada yang suka dan tidak suka. Tapi saya sudah hitung alasannya. Saya tidak mau industri rokok kita mati, lalu justru yang ilegal hidup,” ujar Purbaya di Istana Negara, Jakarta, Selasa (30/9/2025).
Menurutnya, sektor industri hasil tembakau (IHT) merupakan penopang lapangan kerja besar di Indonesia. Karena itu, kebijakan fiskal harus menimbang aspek ekonomi dan sosial, tidak hanya sisi kesehatan semata.
“Masyarakat butuh penghidupan. Jadi harus ada keseimbangan kebijakan. Selama belum ada program yang bisa menggantikan jutaan tenaga kerja di industri ini, saya tidak akan gegabah,” tegasnya.

Purbaya juga membuka ruang bagi pihak-pihak yang memiliki desain kebijakan transisi yang realistis untuk mengurangi ketergantungan ekonomi pada industri rokok.
“Kalau ada rancangan kebijakan yang bisa ciptakan lapangan kerja pengganti, tunjukkan saja. Kalau bagus, saya akan ikuti,” ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza mengungkapkan bahwa penerimaan negara dari cukai rokok pada 2024 mencapai Rp 216,9 triliun, jauh melampaui dividen BUMN sebesar Rp 86,4 triliun. Industri ini juga menyerap sekitar 5,9 juta tenaga kerja di berbagai sektor.
Selain menyumbang penerimaan negara, IHT juga mencatatkan ekspor senilai USD 1,85 miliar sepanjang 2024, naik 21,71 persen dibanding tahun sebelumnya.
Dengan kebijakan ini, pemerintah menegaskan bahwa keberlanjutan industri tembakau tetap dijaga, sembari mendorong pengawasan rokok ilegal dan upaya perlindungan kesehatan masyarakat berjalan beriringan.