Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan tindak pemerasan dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dengan nilai mencapai sekitar Rp 85 miliar.
“Dari konstruksi awal kasus ini, nilai dugaan pemerasan dalam pengurusan RPTKA mencapai sekitar Rp 85 miliar,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Kamis (16/10).
Budi menjelaskan bahwa dalam proses penyidikan, penyidik telah menyita sejumlah aset yang diduga dibeli dari hasil pemerasan tersebut. Salah satu aset yang telah disita adalah 44 bidang tanah yang berlokasi di Karanganyar.
“Penyitaan aset ini dilakukan untuk dijadikan barang bukti dalam rangka melengkapi berkas penyidikan,” tambahnya.
8 Tersangka, Puluhan Pegawai Diduga Terlibat
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dan menahan delapan tersangka dalam dua gelombang penangkapan pada 17 dan 24 Juli 2025. Mereka terdiri dari pejabat dan staf di lingkungan Direktorat PPTKA Kemnaker:
-
Suhartono – Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker 2020–2023
-
Haryanto – Direktur PPTKA 2019–2024 dan Dirjen Binapenta & PKK 2024–2025
-
Wisnu Pramono – Direktur PPTKA 2017–2019
-
Devi Angraeni – Direktur PPTKA 2024–2025
-
Gatot Widiartono – Koordinator Analisis dan PPTKA 2021–2025
-
Putri Citra Wahyoe – Petugas Hotline RPTKA dan Verifikator PPTKA
-
Jamal Shodiqin – Analis TU PPTKA dan Pengantar Kerja Ahli Pertama
-
Alfa Eshad – Pengantar Kerja Ahli Muda Kemnaker 2018–2025
Total dana yang diduga telah dikumpulkan melalui praktik pemerasan ini mencapai Rp 53,7 miliar. Sebagian dari dana tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi, termasuk biaya makan bersama para pegawai.
Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo, mengungkap bahwa dana itu juga mengalir ke pegawai lain di luar delapan tersangka utama. Uang diduga dibagikan secara rutin setiap dua minggu kepada pegawai Direktorat PPTKA, bahkan digunakan untuk membiayai makan malam mereka.
“Dana tersebut juga dibagikan kepada sekitar 85 pegawai Direktorat PPTKA, dengan total nilai mencapai sedikitnya Rp 8,94 miliar,” ungkap Budi dalam konferensi pers pada 5 Juni lalu.
Dijerat Pasal Korupsi
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 e atau Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang turut serta dalam tindak pidana.