Purwokerto — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta data masyarakat yang mengalami kendala akibat Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) dalam pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) melalui Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera).
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menegaskan bahwa hasil SLIK bukan menjadi penentu utama bagi bank dalam memberikan pembiayaan.
“Terkait SLIK ini, kami sudah meminta data kepada Pak Heru selaku Ketua Komite Tapera. Beliau menyebut ada sekitar 100 ribu orang yang terkendala. Kami minta data itu untuk kami pelajari lebih lanjut,” ujar Friderica saat ditemui di Java Heritage, Purwokerto, Jawa Tengah, Sabtu (18/10).
Ia menambahkan, meskipun terdapat catatan kolektivitas yang tidak lancar dalam SLIK, bank tetap memiliki kewenangan untuk menyalurkan kredit sesuai dengan kebijakan dan manajemen risiko masing-masing.
“Kalau ada kolektivitas yang tidak lancar, bank masih bisa memberikan pembiayaan, asalkan sudah memperhitungkan risiko dengan baik. Jadi, SLIK itu bukan penentu mutlak, semuanya kembali ke kebijakan perbankan,” jelasnya.

OJK, lanjut Friderica, terus mendukung program perumahan rakyat yang menjadi salah satu prioritas pemerintah.
“Siapa yang tidak senang melihat masyarakat bisa punya rumah yang terjangkau? Kami tentu sangat mendukung program pemerintah ini,” ucapnya.
Sebelumnya, Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho mengungkapkan bahwa terdapat sekitar 111 ribu calon penerima KPR yang terkendala akibat catatan SLIK, mayoritas karena tunggakan kecil di bawah Rp1 juta.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan akan membahas rencana pemutihan data SLIK bersama OJK. Pemutihan ini diharapkan dapat mempercepat akses masyarakat terhadap pembiayaan rumah.
“Saya akan rapat dengan OJK pada Kamis (23/10). Targetnya minggu depannya sudah selesai dan ada solusi yang jelas,” kata Purbaya.