SIDOARJO — Duka mendalam menyelimuti keluarga besar Pondok Pesantren Al-Khoziny, Buduran, Sidoarjo. Setelah empat hari pencarian, tim SAR gabungan akhirnya menemukan jasad Rafi Catur Okta Mulya (17), salah satu santri yang tertimbun reruntuhan bangunan ponpes yang ambruk pada Senin (29/9/2025).
Yang mengharukan, Rafi ditemukan dalam posisi sujud, seolah tengah menunaikan salat terakhirnya. Tim SAR menemukan jasad Rafi di dekat Haical, santri lain yang berhasil selamat dan sempat berinteraksi dengan tim penyelamat sebelum dievakuasi.
“Kami Sudah Ikhlas, Tapi Trauma Itu Masih Ada”
Kakak korban, Novita Tri Endah (26), warga Sawahan, Surabaya, mengaku masih sulit menerima kepergian adiknya, meski berusaha mengikhlaskan. Tragedi itu menyisakan luka dan ketakutan mendalam bagi keluarganya.
“Trauma banget. Rafi satu-satunya yang mondok. Setelah ini rasanya takut kalau anak-anak saya nanti ingin sekolah di pesantren,” ujarnya dengan suara bergetar, Senin (6/10).
Novita menceritakan, sejak kabar ambruknya bangunan ponpes beredar, ia langsung mencari informasi dari santri yang selamat. Dari cerita para saksi, bangunan musala ponpes masih dalam tahap pembangunan bertingkat, namun tetap digunakan untuk salat berjemaah.
Pekerja Tetap Bekerja Saat Azan Berkumandang

Dari kesaksian yang dihimpunnya, proyek pembangunan masih berjalan saat santri melaksanakan salat Ashar.
“Katanya kalau azan itu berhenti, tapi pas salat tetap kerja. Jadi enggak ada jeda. Mungkin pondasinya enggak kuat karena terus ditambah bangunan lagi di atasnya,” ujar Novita.
Ia menduga struktur bangunan tidak kokoh, terutama di bagian pilar bawah. Meski begitu, pihak keluarga memilih tidak menempuh jalur hukum dan menyerahkan sepenuhnya kepada takdir.
“Keluarga sudah ikhlas. Ini mungkin memang takdir adikku. Kalau pun menuntut, apa yang bisa didapat? Takutnya malah adikku enggak tenang,” ucapnya lirih.
Harapan untuk Evaluasi dan Keselamatan Santri
Meski telah mengikhlaskan, Novita berharap ada evaluasi menyeluruh dari pihak pesantren agar tragedi serupa tidak terulang.
“Cukup Rafi saja. Jangan sampai ada lagi santri lain yang jadi korban,” katanya.
Tragedi ini menjadi pengingat betapa pentingnya keselamatan bangunan tempat ibadah dan asrama santri. Dalam setiap pembangunan, aspek keamanan seharusnya menjadi prioritas agar pendidikan agama tak harus dibayar dengan nyawa.