Kades dan Sekdes Way Huwi Hadiri Panggilan Sekretariat Wapres Terkait Sengketa Lahan HGB

Lampung Selatan – Kepala Desa Way Huwi, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan, Muhammad Yani, bersama Sekretaris Desa, Ahmad Syarkati Azan menghadiri undangan dari Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia di Jakarta pada Jumat (27/12/24). Pertemuan tersebut membahas sengketa tanah yang telah berlangsung selama beberapa bulan belakangan ini di Desa Way Huwi.

Dalam pernyataan resminya, pihak Sekretariat Wakil Presiden menegaskan akan menindaklanjuti laporan terkait sengketa tersebut dalam waktu 14 hari ke depan.

“Kami berharap dan meminta adanya solusi terbaik untuk menyelesaikan permasalahan ini, mengingat lahan tersebut menyangkut kepentingan masyarakat luas,” ujar M. Yani kepada beberapa wartawan.

Latar Belakang Sengketa

Lokasi ini awalnya adalah lahan yang telah lama terlantar dan sudah di kuasai masyarakat sejak tahun 1968 dan dibangun lapangan sepak bola, sebagaimana diungkapkan oleh tetua kampung yang menjadi saksi hidup saat ini atas sejarah tanah tersebut. Keterangan dari tetua kampung telah dituangkan dalam surat pernyataan resmi yang ditandatangani sebagai bukti kuat.

M. Yani menjelaskan, bahwa tanah tersebut memang saat ini memiliki status HGB (Hak Guna Bangunan) yang dikuasai oleh PT Budi Tata Semesta (BTS), anak perusahaan dari PT Bumi Waras (BW). Akan tetapi berdasarkan Ijin Lokasi Nomor: 400/KPLS.79/IL/1996, Tertanggal 3 Mei 1996 dan peta resmi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Lampung Selatan, batas-batas tanah HGB sudah jelas bahwa fasum diluar daripada Sertifikat HGB dari PT. BTS. Namun, muncul peta baru dengan Sertifikat HGB Nomor: 370, Tertanggal 28 Agustus 1996 dari PT. BTS yang menyebutkan bahwa fasilitas umum, seperti lapangan sepak bola dan tanah pemakaman umum di wilayah tersebut, berada di dalam klaim kepemilikan PT BTS.


Disamping itu, dalam Sertifikat HGB Nomor: 370 yang diterbitkan juga sudah dijelaskan peruntukannya adalah pembangunan perumahan/real estate. Namun, sudah 28 tahun lahan tersebut tidak ada pembangunan.

Hal yang memicu keresahan masyarakat adalah tindakan sepihak PT BTS yang memagar area lapangan dan pemakaman secara total dengan pagar beton tanpa adanya koordinasi terlebih dahulu dengan pemerintah desa atau masyarakat setempat.

Diperjuangkan Hingga ke Tingkat Nasional

Kasus ini akhirnya merebak luas, melibatkan berbagai pihak, mulai dari Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Provinsi, Anggota DPD RI, Kementerian ATR BPN hingga menarik perhatian Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka.

“Apalagi sebentar lagi akan ada kegiatan keagamaan yaitu lokasi yang biasa digunakan masyarakat untuk melakukan sholat idul fitri dan idul adha. Kami bersama masyarakat sangat berharap persoalan ini dapat diselesaikan dengan baik, sehingga hak-hak masyarakat atas fasilitas umum dan lahan bersejarah ini dapat dikembalikan sebagaimana mestinya,” tegas M. Yani.


Pemerintah Desa Way Huwi menyatakan komitmennya untuk terus memperjuangkan kasus ini hingga tuntas demi kepentingan masyarakat. Semua pihak berharap agar penanganan oleh pemerintah pusat dapat menghasilkan keputusan yang adil dan transparan.

Mas Kamdani Melalui LSM Pelita Meminta Keadilan Terkait Lahan yang Menjadi Sengketa

Mas Kamdani Melalui LSM Pelita Meminta Keadilan Terkait Lahan yang Menjadi Sengketa

Natar – Proses hukum terkait sengketa lahan Desa Natar Tanjung Rejo 2, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, antara Mas Kamdani yang menguasakan kepengurusannya melalui Lembaga Swadaya Masyarakat Pelindung Tanah Air (LSM Pelita) dengan PTPN 7 Unit Repa Rejosari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan masih berjalan.

Diketahui kedua belah pihak masih saling mengklaim tanah yang objeknya di Desa Natar Tanjung Rejo 2, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, walau sudah dilakukan sidang lapangan oleh Juru Sita Pengadilan Negeri Kalianda, Lampung Selatan.

Mas Kamdani Melalui LSM Pelita Meminta Keadilan Terkait Lahan di Sidosari yang Belum Juga Usai

Atas hal tersebut, dalam konferensi persnya, Mas Kamdani melalui penerima kuasanya yakni LSM Pelita yang di Ketuai oleh Misran SR, dan Kuasa Hukumnya, Agung Fatahillah, SH., meminta keadilan dari Pengadilan Negeri Kalianda dan Kepolisian Resort Lampung Selatan agar bersikap netral dalam menyelesaikan persoalan ini. Senin (13/6/24)

“Terkait surat penetapan tersangka yang dikeluarkan kepolisian resort lampung selatan tertanggal 08 mei 2024, kami menduga sarat kepentingan PTPN 7 dan mengesampingkan hak-hak masyarakat sebagai warga negara,” kata Agung Fatahillah.

Dikatakannya lagi, bahwa Misran dan kawan-kawan (dkk) telah memproses masalah ini secara perdata dengan 2 gugatan yang berbeda, yaitu, Perkara Nomor 02/Pdt.G/2022/PN Kalianda Tanggal 27 Juni 2022 jo Perkara Nomor 69/Pdt/2022/PT Tanjung Karang Tanggal 30 Agustus 2022 jo Putusan Kasasi Nomor 4354K/Pdt/2023 yang diputuskan dalam musyawarah Hakim Agung tertanggal 18 Desember 2023 yang mengadili;
1. Mengabulkan permohonan kasasi Pemohon Mas Kamdani
2. Membatalkan keputusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang menguatkan putusan PN yang diterima olek Misran dkk
3. Masih terdapat perkara Nomor 45 yang sedang berjalan dan belum diputuskan Mahkamah Agung

Namun Polres Lampung Selatan telah melakukan tindakan hukum dengan penetapan tersangka kepada Misran dKK.

“Padahal Pak Misran dan kawan-kawan telah memproses masalah ini secara perdata dengan 2 gugatan dengan nomor yang berbeda. Tapi dalam surat panggilan penetapan tersangka dijelaskan terkait locus delicti yang terjadi di dusun kampung baru, desa sidosari, kecamatan natar, kabupaten lampung selatan. Namun pada kenyataannya tidak sesuai yang terjadi dalam gugatan nomor 45, lokasi yang diduga oleh kepolisian itu terjadi di dusun umbul garut, desa sidosari, kabupaten lampung selatan,” jelasnya lagi.

Mas Kamdani Melalui LSM Pelita Meminta Keadilan Terkait Lahan di Sidosari yang Belum Juga Usai

Ahli waris yang dikuasakan kepada LSM Pelita dan Kuasa Hukumnya mencari keadilan untuk lebih kurang 175 orang dan 150 unit rumah dilahan ± 150 Ha di Desa Natar Tanjung Rejo 2 dan hak-haknya selaku warga negara.

Kemudian, Misran SR, selaku Ketua LSM Pelita yang diberi kuasa untuk mengelola dan mengurus lahan seluas 150 Ha oleh ahli waris juga mengatakan memperjuangkan sampai ada kepastian hukum.

“Perlu saya sampaikan, kalau kita bicara fakta dan bukti-bukti kenyataan, semestinya kami atau ahli waris sejak di PN mestinya harus sudah menang. Namun segala yang telah kami sampaikan tidak menjadi pertimbangan-pertimbangan oleh pengadilan. Selain itu ada penyataan dari PTPN 7, bahwa tanah dan tanam tumbuh ini sudah pernah diganti rugi pada tahun 1974. Namun kami atau ahli waris tidak pernah melihat dan menerima, serta buktinya apa, jumlah dan luasnya berapa, kemudian tempatnya dimana? Termasuk BPN juga, di peta 09 dan 010 tidak bisa menunjukan dimana lokasi yang diganti rugi,” ungkap Misran.

Dikatakannya juga, saat sidang di pengadilan, BPN juga tidak bisa menunjukan petanya di HGU Nomor 16 Tahun 1997, hingga menjadi pertanyaan Kuasa Hukum dari ahli waris, “Apa betul di BPN sertifikat tersebut tidak ada peta?” dan dijawab “Seharusnya ada”.

“Atas pertanyaan kami soal peta, didalam pengadilan tidak menjadi bahan pertimbangan, tetap kami dikalahkan. Kami berharap agar hukum bisa berjalan dengan benar, karna ini katanya negara hukum, tapi kenyataannya tidak berjalan, jadi akhirnya mana yang kuat itulah yang dapat,” jelasnya.

Diketahui dalam info terbarunya, bahwa ahli waris melalui LSM Pelita selaku penerima kuasa telah menerima Surat Keputusan dari Mahkamah Agung, bahwa gugatan kasasi dimenangkan oleh penggugat yaitu Mas Kamdani sebagai pemilik lahan seluas 75 Ha dari 150 Ha di Desa Natar Tanjung Rejo 2, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan sisanya masih dalam proses.

Selain itu, ia juga berharap kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo agar serius dalam persoalan tanah, sesuai yang dikatakannya, tanah-tanah yang dikuasai oleh perusahaan, baik pemerintah maupun swasta, kalau itu milik masyarakat kembalikan ke masyarakat.*

Sengketa Lahan Sidosari Tak Kunjung Usai, Majelis Hakim PN Kalianda Lakukan Sidang Lapangan

6detikcom, Lampung Selatan – Sengketa Lahan di PTPN 7 Rejosari yang terletak di Desa Sidosari, Kecamatan Natar, Lampung Selatan yang di klaim milik keluarga Dullah Ahmad/Supriatno Alm dan dikuasakan pengurusan serta pengolahannya kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pelindung Tanah Air (Pelita) belum juga menunjukkan tanda-tanda penyelesaian.

Hal itu terlihat dari dilakukannya kembali sidang lapangan yang dihadiri Majelis Hakim dari Pengadilan Negeri (PN) Kalianda, BPN Lampung Selatan, LSM Pelita, Kuasa Hukum keluarga Dullah Ahmad/Supriatno, Perwakilan PTPN 7 Rejosari, TNI dan Polres Lampung Selatan di lokasi lahan yang disengketakan di desa Sidosari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, pada Selasa 9 Mei 2023.

Dalam agenda sidang lapangan tersebut, Majelis Hakim dari PN Kalianda ingin memastikan kembali kepemilikan lahan yang disengketakan dengan mengukur batas-batas yang menjadi objek sengketa.

Menurut Amrullah, SH., selaku Kuasa Hukum dari keluarga Dullah Ahmad/Supriyatno mengatakan, bahwa pihak PTPN 7 Rejosari telah mengklaim lahan milik kliennya yang berada di desa Sidosari dengan HGU No. 16 Rejosari, Kecamatan Natar.

Diketahui bahwa desa Rejosari berada di sebelah kiri jalan lintas Sumatera Kecamatan Natar, bukan di lahan milik kliennya yang berada di desa Sidosari, Kecamatan Natar.

Hal tersebut dikatakannya atas bukti dari peta milik PTPN 7 Rejosari yang dikeluarkan oleh pemerintah, ujarnya.

Selain itu ditambahkan juga oleh Misran SR., selaku Ketua LSM Pelita bahwa pihaknya hanya menuntut haknya, bukan akan mengambil milik pihak lain dengan berdasarkan surat-surat yang ada.

“Hari ini dilakukan sidang lapangan untuk memeriksa batas-batas sesuai dengan peta yang ada, berapa luas keseluruhan dari batas peta itu dan jika di luar dari itu berarti bukan milik PTPN 7,” tandasnya.

“Namun sudah dua kali sidang lapangan, satu kali pun mereka tidak mau melakukan itu (bukti data),” jelasnya lagi.

Dikatakannya juga, pihak LSM Pelita beserta Kuasa Hukum akan terus memperjuangkan lahan 150 hektar milik kliennya, namun jika ini tidak dilakukan pengecekan sesuai dengan data peta dan fakta di lapangan, pihaknya menganggap sidang tersebut tidak Fair.

Dengan selesainya sidang yang dilakukan di satu titik tersebut, Majelis Hakim PN Kalianda akan melanjutkan kembali sidang beberapa hari ke depan.

Dilain sisi, pihak PTPN 7 Rejosari dan Majelis Hakim Kalianda enggan memberikan komentar kepada beberapa awak media terkait hasil dari sidang lapangan tersebut. (red)