Jakarta — Pemerintah tengah mengkaji penurunan batas minimal luas rumah subsidi sebagai bagian dari upaya penyediaan hunian terjangkau, terutama bagi generasi muda. Rencana ini tercantum dalam draf Keputusan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) 2025, dengan usulan luas tanah mulai dari 25 meter persegi dan luas bangunan antara 18 hingga 36 meter persegi.
Menteri PKP, Maruarar Sirait, pada 12 Juni 2025 lalu menggelar uji publik konsep rumah subsidi tipe mini. Ia memperkenalkan dua model: tipe satu kamar tidur dengan luas bangunan 14 m² di atas lahan 25 m², serta tipe dua kamar tidur berukuran 23,4 m² di lahan 26,3 m². Desain ini jauh lebih kecil dari ketentuan sebelumnya yang mensyaratkan minimal 60 m² untuk tanah dan 21 m² untuk bangunan.
“Banyak milenial ingin rumah yang tidak terlalu besar tapi strategis, dekat pusat kota dan transportasi umum. Ini menjadi solusi,” ujar Maruarar, yang akrab disapa Ara, saat peluncuran mockup rumah subsidi di Lobby Nobu Bank, Jakarta Pusat.
Ara menegaskan, konsep ini masih dalam tahap uji coba dan akan terus disempurnakan berdasarkan masukan dari publik dan para pemangku kepentingan. Rumah subsidi mini ini dirancang untuk lokasi perkotaan agar dekat dengan akses transportasi dan fasilitas umum.
Rencana Pembangunan di Kota Penyangga Jakarta
PT Lippo Karawaci, sebagai pemilik desain rumah mini ini, telah merencanakan pembangunan di kawasan penyangga Jakarta seperti Cikampek, Purwakarta, Kabupaten Bogor, dan Tangerang. Hal ini diungkapkan Head of Project Management Lippo Karawaci, Fritz Atmodjo, pada 16 Juni 2025.
“Kami memetakan beberapa lokasi potensial, terutama di koridor timur seperti Cikampek dan juga Tangerang. Lokasi akan mempertimbangkan kedekatan dengan kawasan Transit Oriented Development (TOD),” ujar Fritz saat peninjauan mockup rumah di Lippo Mall Semanggi, Jakarta Selatan.
Masih Terbuka untuk Masukan Publik
Pemerintah melalui Kementerian PKP belum menetapkan regulasi final terkait ukuran baru rumah subsidi. Direktur Jenderal Perumahan Perkotaan, Sri Haryati, menuturkan bahwa masukan dari masyarakat, pengembang, hingga sektor perbankan masih terus dikumpulkan.
“Kita tidak terburu-buru menetapkan. Kita ingin memastikan desain ini diterima masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan layak untuk dibangun oleh pengembang dengan skema pembiayaan yang terjangkau,” ujar Sri.
Ia menambahkan, wilayah pinggiran Jakarta seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek) masih memungkinkan untuk pengembangan rumah subsidi mini. Penentuan lokasi akan menyesuaikan dengan harga tanah dan kelayakan pembangunan.
Cicilan Rumah Mini Bisa Mulai Rp600 Ribu
Sri juga menyebut bahwa rumah subsidi tipe mini akan memiliki cicilan lebih terjangkau, yakni mulai dari Rp600 ribu hingga Rp700 ribu per bulan. Ini dimungkinkan karena desainnya yang efisien dan harga yang ditekan semaksimal mungkin.
“Kami sedang menjajaki simulasi dengan pihak perbankan agar cicilan bisa ditekan. Harapannya bisa lebih murah dari skema FLPP yang berlaku saat ini,” jelasnya.
Konsep rumah subsidi minimalis ini merupakan langkah strategis pemerintah dalam menjawab kebutuhan hunian urban generasi muda yang mengutamakan lokasi strategis dengan biaya terjangkau.