Internasional – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump secara resmi mengumumkan bahwa AS akan menarik diri dari Perjanjian Paris 2016. Keputusan ini mengejutkan dunia internasional, terutama di tengah upaya global untuk mendorong transisi ke energi bersih, termasuk di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Meski begitu, pemerintah Indonesia menegaskan tetap berkomitmen pada Perjanjian Paris dan target-target pengurangan emisi yang telah ditetapkan. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, memastikan bahwa Indonesia akan terus mendukung upaya global dalam menghadapi perubahan iklim.
“Komitmen kita di Paris Agreement tetap kita usahakan. Namun, tentu kebijakan yang diambil harus menguntungkan masyarakat dan negara Indonesia,” kata Yuliot Tanjung di Gedung DPR RI, Jakarta, pada Kamis (23/1).
Target Energi Baru Terbarukan Tetap Diprioritaskan
Ketika ditanya tentang kemungkinan Indonesia kembali meningkatkan penggunaan batubara setelah keluarnya AS dari Perjanjian Paris, Yuliot menegaskan bahwa target bauran energi baru terbarukan (EBT) tetap menjadi prioritas utama.
“Kita tetap memprioritaskan target bauran energi. Soal teknologi yang mendukung, akan disesuaikan dengan perkembangan ke depan,” ujar Yuliot.
Langkah AS yang Kontroversial
Sebelumnya, Trump menyatakan bahwa AS akan memaksimalkan produksi minyak dan gas domestik yang telah mencapai rekor tertinggi, menghapus regulasi yang dianggap menghambat, dan menarik diri dari komitmen global untuk memerangi perubahan iklim.
Langkah ini menuai kritik tajam dari berbagai negara dan organisasi internasional yang menganggapnya sebagai kemunduran dalam upaya global menekan emisi karbon. Meski demikian, Indonesia memastikan akan tetap berada di jalur transisi energi yang mendukung keberlanjutan lingkungan.