KY Telusuri Putusan Bebas Yu Hao dalam Kasus Penambangan Emas Ilegal 774 Kg

Jakarta – Komisi Yudisial (KY) sedang mempelajari salinan putusan bebas yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi Pontianak terhadap warga negara asing (WNA) asal China, Yu Hao, dalam kasus dugaan penambangan ilegal di wilayah Ketapang, Kalimantan Barat.

“Karena kasus ini mendapat perhatian publik, KY berinisiatif untuk menanggapi laporan atau informasi terkait. Sebagai langkah awal, kami sedang mempelajari salinan putusan Nomor 464/PID.SUS/2024/PT PTK,” ujar juru bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (22/1).

Yu Hao sebelumnya didakwa melakukan penambangan emas ilegal yang menghasilkan hingga 774 kg emas. Pada putusan Pengadilan Negeri Ketapang, ia dijatuhi hukuman 3,5 tahun penjara. Namun, pada tingkat banding, Pengadilan Tinggi Pontianak justru memutuskan untuk membebaskan Yu Hao dari semua dakwaan.

Mukti menyatakan bahwa putusan ini menjadi sorotan publik karena dinilai belum memenuhi rasa keadilan, mengingat kegiatan penambangan ilegal yang dilakukan Yu Hao menyebabkan kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp 1,02 triliun.

“Nantinya, KY akan memproses laporan ini sesuai prosedur yang berlaku, untuk memeriksa apakah ada pelanggaran kode etik hakim dalam putusan tersebut,” jelasnya.

Kasasi Putusan Banding

Terkait putusan ini, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa jaksa penuntut umum (JPU) telah mengajukan kasasi terhadap putusan Pengadilan Tinggi Pontianak.

“Sesuai hukum acara, JPU telah mengambil sikap untuk mengajukan kasasi atas putusan tersebut,” kata Harli pada konfirmasi Jumat (17/1) lalu.

Harli menambahkan bahwa JPU telah menandatangani permohonan kasasi yang tercatat dengan nomor 7/Akta.Pid/2025/PN Ktp pada 17 Januari 2025. “Alasan kasasi adalah karena hakim dianggap tidak menerapkan hukum dengan tepat,” ujar Harli.

Kasus Penambangan Emas Ilegal 774 Kg

Dikutip dari situs Mahkamah Agung (MA), Yu Hao didakwa melakukan penambangan tanpa izin di wilayah Ketapang, Kalimantan Barat, yang melanggar Pasal 35 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Kasus ini bermula dari penemuan informasi mengenai penambangan ilegal di sekitar Ketapang. Setelah ditelusuri, pihak Kementerian ESDM menemukan kegiatan penambangan di sebuah terowongan tambang yang sebenarnya berstatus pemeliharaan, bukan untuk produksi. Yu Hao diduga menggunakan alat berat dan peralatan pengolahan emas untuk menambang dan memurnikan emas secara ilegal.

Diduga, Yu Hao telah menggali terowongan dengan panjang total 1.647,4 meter dan volume 4.467,3 meter kubik, menghasilkan 774 kg emas dan 937.702 gram perak. Penambangan ilegal ini diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 1,02 triliun.

Setelah diproses, Pengadilan Negeri Ketapang menjatuhkan hukuman 3,5 tahun penjara kepada Yu Hao dan denda Rp 30 miliar subsider pidana kurungan 6 bulan. Namun, setelah mengajukan banding, Pengadilan Tinggi Pontianak membebaskan Yu Hao, dengan pertimbangan bahwa bukti yang diajukan tidak cukup kuat untuk membuktikan adanya penambangan ilegal.

Putusan banding itu dikeluarkan pada Senin (13/1) dengan nomor perkara 464/Pid.Sus/2024/PT Ptk. Majelis Hakim menyatakan bahwa tidak ada cukup bukti yang mendukung dakwaan terhadap Yu Hao, dan akhirnya membebaskannya dari tuduhan penambangan tanpa izin.

Beberapa alasan yang disampaikan oleh majelis hakim adalah: bukti foto yang ditampilkan tidak ada penjelasan, barang bukti di terowongan tidak cukup untuk membuktikan adanya penambangan, dan ahli tidak dapat membedakan apakah terowongan tersebut baru digali atau sudah lama ada.

 

Tinggalkan Balasan