Jakarta – Perayaan Imlek atau Tahun Baru Tionghoa memiliki makna yang mendalam bagi masyarakat Tionghoa, termasuk di Indonesia. Namun, di balik suasana penuh warna dengan lampion merah dan tradisi angpao, ada beberapa kesalahpahaman tentang Imlek yang perlu diluruskan.
Elisa Christiana, B.A., M.A., M.Pd., dosen di Departemen Bahasa Tionghoa Universitas Kristen Petra (PCU), menjelaskan bahwa banyak masyarakat Indonesia yang masih menganggap Imlek sebagai perayaan keagamaan. Padahal, Imlek sebenarnya bukan perayaan agama, melainkan bagian dari tradisi budaya Tionghoa.
“Imlek menandakan dimulainya musim baru. Penanggalan Tionghoa berbasis musim, dan Imlek adalah simbol dimulainya musim semi atau ‘sin chun’,” ujar Elisa, seperti dikutip dari Basra, Rabu (29/1).
Salah satu tradisi yang paling dinanti saat Imlek adalah pemberian angpao. Elisa mengungkapkan bahwa makna utama dari angpao bukan terletak pada jumlah uang di dalamnya, tetapi pada simbol amplop merah yang digunakan untuk memberikannya.
“Amplop merah melambangkan doa dan harapan dari orang yang lebih tua kepada anak-anak, agar mereka tumbuh sehat, bijaksana, dan sukses,” kata Elisa.
Namun, di era modern ini, makna tersebut sering kali terlupakan, dengan banyak orang lebih fokus pada jumlah uang yang diterima daripada nilai simbolisnya.
Tahun 2025 ini dikenal sebagai Tahun Ular Kayu, dan ternyata ada makna mendalam di balik shio tersebut.
“Dalam budaya Tionghoa, tahun ini melambangkan kombinasi antara unsur api dan kayu yang saling mendukung. Kayu membakar api, menciptakan simbol cahaya yang menjadi petunjuk dan harapan untuk masa depan. Jadi, ini adalah tahun yang baik untuk memulai fase baru dengan optimisme,” ujar Elisa.
Ia juga menambahkan bahwa unsur api dalam tahun ini membawa energi dan simbol kehidupan.
Interpretasi ini menggambarkan bagaimana tradisi Tionghoa selalu berusaha mencari keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan. Ini juga tercermin dalam penggunaan dekorasi saat Imlek, yang memiliki makna tertentu bagi masyarakat Tionghoa. Elisa menjelaskan, dekorasi tidak perlu mahal, yang penting adalah dapat menyampaikan kebahagiaan dan semangat baru.
“Contohnya, bunga musim semi dan buah kimkit yang melambangkan rezeki, serta hiasan bambu. Dekorasi ini bukan hanya estetis, tetapi juga mengandung harapan akan keberuntungan di tahun baru,” lanjutnya.
Di Tahun Ular Kayu ini, dekorasi yang menonjolkan simbol ular bisa menjadi pilihan yang menarik.
Selain menyiapkan dekorasi, penting juga untuk memahami pantangan yang ada saat Imlek, seperti tidak menyapu pada hari pertama tahun baru.
“Pantangan ini bukan hanya soal larangan, tetapi lebih kepada filosofi untuk menghormati hoki yang datang di hari tersebut. Kita juga diingatkan untuk tidak bertengkar atau merusak barang, karena ini dipercaya dapat mempengaruhi keharmonisan sepanjang tahun,” ujar Elisa.
Perayaan Imlek dengan segala tradisi dan filosofi yang terkandung di dalamnya merupakan cara masyarakat Tionghoa menjaga dan merayakan warisan budaya mereka.
“Imlek adalah perayaan yang penuh harapan, menyambut musim baru dengan optimisme. Jika kita memahami makna di balik setiap tradisi, kita bisa merayakannya dengan cara yang lebih autentik dan bermakna,” tutup Elisa.